MIM,19 September 2024
Mediaindonesiamaju.com // Tim Civic Culture Folklore berhasil mengembangkan model pembelajaran sastra pada perguruan tinggi berbasiskan folklore untuk memperkuat civic culture calon guru sekolah dasar melalui metode grounded theory. Sejatinya model itu bertujuan untuk membina kompetensi calon guru sekolah dasar yang memahami kearifan lokal dan wawasan kebangsaan, termasuk menjadikannya selaku spirit moral dalam melakukan aktivitas pengajaran yang bermutu.
Tim pengembang dalam riset ini diketui oleh S. Nailul Muna Aljamaliah, M.Pd., dengan anggota yaitu, Dr. Tita Mulyati, M.Pd., dan Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd., dengan asisten mahasiswa, yaitu Agil Nanggala, Ayu Rahmawati, Alya Rahmadiyani dan Maesa Atmia Putri.
Substansi riset ini adalah integrasi model pembelajaran sastra berbasis folklore terhadap pembelajaran kewarganegaraan yang berfokus pada civic culture calon guru sekolah dasar, juga pelestarian kearifan lokal Indonesia.
Sejatinya Indonesia multikultur secara budaya dan plural secara agama sehingga perlu menjadi modal sosial dalam membangun karakter calon guru sekolah dasar yang transformatif. Terlebih salah satu bentuk kebudayaan Indonesia adalah folklore selaku cerita rakyat yang memiliki nilai-nilai positif selaku representasi Pancasila, sehingga visi integrasi pendidikan dan kebudayaan secara nyata terwujud.
Folklore mencerminkan civic culture atau budaya kewarganegaraan, yang mampu dihasilkan melalui pembelajaran sastra dan pembelajaran kewarganegaraan yang inklusif. Optimasi grounded theory dalam pengembangan model pembelajaran sastra pada perguruan tinggi berbasis folklore untuk memperkuat civic culture calon guru sekolah dasar karena berupaya mengembangkan teori civic culture dan folklore yang integratif untuk pembelajaran sastra yang mengakomodir konsep kewarganegaraan juga pembelajaran kewarganegaraan yang memuat konsep sastra atau folklore. Secara gradual yaitu:
Narasumber ahli pada praktik metode grounded theory adalah TS pakar Bidang Pendidikan Kewarganegaraan dan SN pakar citizenship science, lalu GHW pakar sastra dan culture, dengan waktu penelitian yaitu, Juli 2024 s.d Agustus 2024, maka hasil pandangan akademik itu direlevansikan dengan realitas pembelajaran modern Abad 21 dan kebutuhan pelestarian budaya, sehingga menjadi model pembelajaran sastra pada perguruan tinggi berbasis folklore untuk memperkuat civic culture calon guru sekolah dasar.
Sejatinya penerapan model pembelajaran sastra di perguruan tinggi berbasiskan folklore untuk memperkuat civic culture calon guru sekolah dasar yang terkonfirmasi melalui teknik wawancara juga observasi menegaskan bahwa mahasiswa selaku calon guru sekolah dasar memahami konsep wawasan nusantara, folklore, juga civic culture, yang diintegrasikan pada pembelajaran sastra juga pembelajaran kewarganegaraan. Termasuk menjadi civic campaign untuk pengenalan civic culture dan folklore pada siswa sekolah dasar, selaku warga negara muda.
Penerapan model pembelajaran sastra di perguruan tinggi berbasiskan folklore untuk memperkuat civic culture calon guru sekolah dasar secara gradual, mengarah pada: 1) perampungan landasan berpikir teoretis, 2) finalisasi folklore selaku analisis kasus pembelajaran, 3) presentasi dan diskusi mahasiwa atau calon guru sekolah dasar, 4) refleksi bersama dosen pengampu, 5) project citizens, dan 6) sosialisasi masif.
Sejatinya model pembelajaran sastra di perguruan tinggi berbasiskan folklore untuk memperkuat civic culture calon guru sekolah dasar adalah upaya pelestarian budaya lokal secara formal dan non-formal melalui pembelajaran sastra dan civic education.
Penulis: Agil Nanggala
(Fiqih)