MIM, JAWA TENGAH, 27 SEPETEMBER 2024
Tugu batu dengan bentuk menyerupai lingga yang berada di Desa Brangkal, Kecamatan Karanganom, Klaten, selamat dari proyek Tol Jogja-Solo. Konon, tugu tersebut merupakan batas wilayah zaman kerajaan Mataram kuno. “Itu tugu perbatasan Mataram Kuno. Dari dulu ten mriku (di situ) agak miring kemudian diperbaharui oleh pihak desa,” ungkap warga setempat, Mulyono, kepada detikJateng, Kamis (26/9/2024).
Menurut Mulyono, batu tersebut tetap berdiri di pinggir tol lantaran memang sengaja dihindari. Apalagi, tugu tersebut pernah didata oleh petugas purbakala. Tugu tersebut dirawat warga sekitar lantaran dianggap peninggalan sejarah. “Ya untuk sejarah, peninggalan priyayi riyin (orang dulu). Panjang cuma sekitar satu meteran, tidak pernah dipindah,” jelas Mulyono yang juga ikut merapikan batu tugu tersebut beberapa tahun lalu.
Batu tersebut memiliki tinggi sekitar satu meter dan berbahan batu andesit. Bentuknya menyerupai kapsul dan di bagian bawahnya berbentuk segi delapan serta segi empat yang bertumpuk. Batu yang lebih mirip stupa candi itu tampak dipagari tembok setinggi satu meter dengan pintu masuk di sisi selatan yang bertuliskan “Batu Manten” di bagian kanan pintu masuk. Jarak batu itu hanya sekitar 15 meter dari bangunan Tol Jogja-Solo.
Batu itu sudah didata petugas purbakala dan dinas kebudayaan. Saat digali, panjangnya sekitar satu meter. “Setelah digali ternyata hanya pendek, panjangnya satu meteran. Katanya itu tugu sejak zaman Mataram kuno,” ungkap Haryanto. Lebih lanjut, Haryanto mengungkapkan alasan mengapa batu itu disebut “Batu Manten”. Menurutnya, orang tua dulu percaya bahwa orang-orang yang ingin menjadi pengantin atau manten tidak boleh melewati batu tersebut. Namun, dirinya tak mengetahui secara pasti apa alasannya.
“Ada sejak dulu. Menurut cerita orang-orang tua dulu, siapa yang mau jadi manten tidak boleh lewat jalan sebelahnya, jadi disebut Tugu Manten,” imbuhnya. Sementara itu, menurut analis Cagar Budaya dan Koleksi Museum Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata Pemkab Klaten, Wiyan Ari Tanjung, batu itu sudah didata sejak tahun 2020. Batu itu merupakan lingga patok. “Sudah didata. Itu lingga patok sebagai penanda batas wilayah sima atau tanah perdikan pada masa Mataram Kuno,” jawab Wiyan Ari.
Dari detikjateng