MIM, JAWA TENGAH, 23 SEPTEMBER 2024
Pembebasan pilot maskapai Susi Air, Philip Mark Mehrtens, setelah 19 bulan ditawan kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya di Papua menjadi titik penting dalam refleksi pendekatan pemerintah dalam menangani konflik di wilayah tersebut.
Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyoroti masalah ini dari perspektif hak asasi manusia (HAM), dan menegaskan pentingnya pendekatan lebih menghormati kebebasan dan kemerdekaan bagi masyarakat Papua.
Julius menjelaskan problematika utama konflik di Papua berakar dari kegagalan dalam menghormati hak asasi manusia terkait dengan kemerdekaan.
Menurut Julius, pengerahan ribuan pasukan, termasuk berbagai operasi militer, dinilai tidak memberikan solusi nyata bagi kebutuhan rakyat Papua yang ingin menyalurkan aspirasi.
“Pendekatan-pendekatan militerisasi, pendekatan-pendekatan represif tidak akan pernah menjadi jawaban bagi Papua,” ucap Julius.
Pendekatan represif ini, lanjut Julius, hanya menunjukkan ketidakberfungsian operasi militer dalam menyelesaikan masalah. Ia menegaskan, operasi militer dan segala bentuk represi tidak hanya tidak efektif, tetapi juga tidak bermakna, tanpa memberikan hasil yang berarti.
Hadi menegaskan pentingnya pembebasan tanpa tindakan represif. Pendekatan persuasif ini juga diapresiasi berbagai pihak karena berhasil menjaga keselamatan Philip tanpa perlu menambah korban jiwa.
Pembebasan pilot Susi Air sekaligus menjadi cerminan masalah di Papua tidak bisa diselesaikan hanya dengan kekuatan militer.
Julius menekankan, Papua membutuhkan pendekatan yang lebih menghormati hak asasi manusia, dengan mengakui aspirasi kebebasan dan kemerdekaan yang selama ini diperjuangkan kelompok-kelompok di wilayah tersebut.
Sampai saat ini, Papua masih menjadi daerah yang dipenuhi dengan berbagai konflik, termasuk tuntutan kemerdekaan yang terus disuarakan oleh OPM dan kelompok-kelompok lainnya.
Dari Kompas.com