MIM, JAWA TENGAH, 7 OKTOBER 2024
Kepedulian Sultan Hamengkubuwana IX: Menggugah Rakyat di Masa Sulit
Tak ada arti harta berlimpah jika masyarakat di sekitar masih terjebak dalam kemiskinan dan penderitaan. Inilah yang menjadi latar belakang tindakan mulia Sultan Hamengkubuwana IX, raja terkaya Indonesia, yang membagikan uang kepada rakyat selama empat bulan pada tahun 1947. Kisah ini berlangsung di Yogyakarta, saat Belanda berusaha menjajah Indonesia kembali di tengah Agresi Militer.
Di tengah pertempuran, banyak rakyat yang menderita, kehilangan tempat tinggal, dan jatuh ke dalam kemiskinan. Para pegawai negeri pun tidak luput dari dampak tersebut. Ketika Belanda datang, banyak yang kehilangan pekerjaan dan gaji, membuat keluarga mereka kesulitan mendapatkan makanan. Dalam keadaan sulit ini, rakyat terpaksa dihadapkan pada dua pilihan: tetap setia kepada Indonesia meski menderita, atau berpaling ke Belanda demi kehidupan yang lebih baik.
Melihat kondisi yang mengkhawatirkan ini, Sri Sultan Hamengkubuwana IX merasa tergerak untuk bertindak. Sebagai pemimpin, ia mendorong semua pihak untuk memberikan bantuan di masa sulit. Dengan tekad yang kuat, Sultan segera membuka peti harta keraton dan membagikan uang kepada rakyat yang sangat membutuhkan. Dengan uang gulden Belanda, bantuan tersebut disalurkan ke masyarakat Yogyakarta dengan bantuan dari sekretaris pribadi dan para pejabat kerajaan lainnya.
Dalam wawancara yang dilakukan untuk buku “Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX” (1982), Sultan mengaku tidak ingat berapa banyak uang yang dibagikan, sambil menirukan gerakan mengambil barang dengan kedua tangan. Namun, yang jelas, Sultan tidak hanya memberikan bantuan kepada individu, tetapi juga kepada lembaga, termasuk tentara dan Palang Merah Indonesia (PMI), untuk mendukung upaya mengusir tentara Belanda.
Wakil Presiden Mohammad Hatta, yang ingat jumlah pastinya, menyebut Sultan telah membagikan sekitar 5 juta gulden, yang setara dengan Rp20-an miliar saat ini. Ketika Hatta bertanya apakah negara perlu mengganti seluruh harta Sultan, Sri Sultan menunjukkan sikap ikhlas tanpa memberikan jawaban pasti. Selama 3-4 bulan, Sultan secara rutin menyalurkan bantuan kepada masyarakat dan pegawai di Kesultanan.
“Tujuan saya sederhana,” ungkap Sultan. “Agar rakyat tidak mendukung Belanda dan untuk membantu mereka yang sangat membutuhkan, termasuk keluarga pemimpin-pemimpin kita.”
Bagi Sultan, uang lima juta gulden hanyalah sejumput kecil dari kekayaannya yang sangat melimpah, hasil warisan dan sistem feodalisme kerajaan. Sebelumnya, ia bahkan menyumbangkan 6,5 juta gulden sebagai modal awal untuk pembentukan Indonesia, setara dengan Rp32 miliar saat ini.
Tindakan mulia Sultan Hamengkubuwana IX bukan hanya menjadi catatan sejarah, tetapi juga menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang kepedulian terhadap rakyat, terutama di saat-saat tersulit.
alya-red