MIM, JAWA TENGAH, 11 OKTOBER 2024
Suasana ruang rapat Badan Anggaran DPR tiba-tiba hening dan penuh haru. Yang terdengar hanyalah bait-bait kalimat “perpisahan” dari Mbak Ani, begitu panggilan yang biasa saya sematkan.
Kata-kata itu meluncur dari Mbak Ani sesaat setelah Badan Anggaran DPR bersama Menteri Keuangan menyepakati keseluruhan paket pembahasan asumsi makro dan postur APBN 2025 pada 17 September 2024.
Ingatan saya langsung mencoba merekam kembali perjalanan hampir 10 tahun terakhir bersamanya, membicarakan dan membahas fiskal dan APBN, terutama di saat menghadapi turbulensi yang tidak mudah selama masa pandemi.
Komitmen Mbak Ani menjaga APBN kuat untuk modal pembangunan tidak diragukan. Sebagai teknokrat, ia mampu menjaga APBN di tengah berbagai ayunan politik yang tidak mudah.
Banyak tonggak penting yang diletakkan Mbak Ani hampir 10 tahun ini, khususnya dalam menjaga tingkat pertumbuhan berjalan baik, pengendalian inflasi efektif, dan pengelolaan APBN berjalan pruden.
Sedikit kilas balik, Mbak Ani bergabung pada Kabinet Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla pada Juli 2016, menggantikan Prof. Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Keuangan.
Presiden Jokowi ingin tim ekonomi pemerintah dipimpin oleh sosok yang mendapatkan apresiasi positif dari pasar, dan memiliki akses luas ke lembaga keuangan internasional. Kepercayaan Presiden Jokowi terhadap Mbak Ani berlanjut di periode kedua Pak Jokowi.
Hampir sepuluh tahun ini, inflasi terjaga sangat baik rata-rata 3 persen, kenaikan inflasi agak tinggi terjadi pada semester pertama 2015 pada rentang 6-7 persen akibat relokasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk menopang belanja produktif.
Dari kebijakan penghematan subsidi BBM, pemerintah mendapatkan kantong belanja baru untuk anggaran program program produktif sebesar Rp 211,3 triliun.
Dari sisi dampak pertumbuhan ekonomi, selama 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi terjaga cukup baik, di level 5 persenan. Barangkali capaian ini belum memuaskan untuk bisa meroket di angka 6-7 persen.
Namun, dengan tantangan yang tidak mudah, angka pertumbuhan 5 persen cukup baik dibandingkan dengan capaian negara-negara maju.
Hampir 10 tahun terakhir, pengelolaan APBN dengan skema perencanaan defisit juga ter mitigasi dengan baik.
Memang rata-rata defisit APBN 2015-2023 cukup tinggi dibandingkan 2005-2014. Pada periode 2005-2014, realisasi defisit APBN mencapai 1,19 persen, sementara periode 2015-2024 sebesar 2,89 persen.
Pelebaran defisit periode 2015-2024 terjadi karena rentang 2020-2022, kita harus membuka defisit di atas 3 persen demi penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Dan hasilnya, perekonomian kita bisa recovery lebih cepat dibanding banyak negara. (ineke-red)