MIM, JAWA TENGAH, 26 JUNI 2025
Demak – Mediaindonesiamaju.com Besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada APBD Demak tahun anggaran 2024 yang mencapai Rp171,2 miliar menjadi sorotan tajam berbagai pihak. Angka ini dinilai mencerminkan lemahnya perencanaan dan rendahnya kapasitas belanja Pemkab Demak. Kini, dana SILPA tersebut akan dimasukkan ke dalam APBD Perubahan (APBD-P) 2025. Apakah hanya untuk formalitas atau justru diselipkan kepentingan tersembunyi?
Dalam Rapat Paripurna ke-17 Masa Sidang II DPRD Demak pada 3 Juni 2025, Plh. Bupati Demak Muhammad Badruddin, M.Pd menyampaikan jawaban atas pandangan umum seluruh fraksi terhadap Raperda APBD 2024. Menariknya, nyaris seluruh catatan kritis dari fraksi-fraksi disetujui begitu saja oleh eksekutif tanpa sanggahan, termasuk soal penggunaan SILPA yang fantastis tersebut.
LSM dan Pegiat Sosial Pertanyakan Integritas Anggaran
Sekretaris LSM Suara Anak Bangsa Jawa Tengah, Drs. Aldo Sugiarto, M.Hum, menyebut SILPA sebesar itu adalah bukti nyata kegagalan belanja publik. “Secara administratif sah. Tapi secara kinerja, ini mencerminkan buruknya perencanaan dan lemahnya pelaksanaan anggaran. Dalam sistem penganggaran berbasis kinerja, setiap rupiah seharusnya berbanding lurus dengan manfaat untuk masyarakat,” tegasnya saat ditemui di kantornya, Jrakah, Semarang (23/6).
Menurut Aldo, angka SILPA bukan sekadar sisa uang, melainkan refleksi dari seluruh proses siklus anggaran yang gagal — dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban.
Narasi “Anggaran Terbatas” Dipertanyakan
Kritik juga datang dari pegiat sosial asal Sayung, Widi, yang mempertanyakan narasi keterbatasan anggaran yang kerap digaungkan pejabat ketika masyarakat menghadapi bencana seperti banjir dan abrasi.
“Kalau benar-benar ada SILPA ratusan miliar, kenapa tidak digunakan untuk penanganan abrasi di Sayung? Jangan-jangan ini cuma gimik dan permainan elite. Yang mereka bantu hanya pencitraan, bukan solusi,” katanya geram.
Widi bahkan menantang Pemkab dan DPRD Demak untuk membuktikan komitmen mereka dengan mengalokasikan SILPA itu secara nyata untuk penanganan abrasi. Ia menilai jika dana itu hanya masuk dalam APBD-P sebagai bentuk “komunikasi politik”, maka besar kemungkinan ada kongkalikong antara eksekutif dan legislatif.
Dibagi Rata? Dugaan Pembagian SILPA Menguat
Ketika dikonfirmasi soal pembagian SILPA, Sekretaris DPRD Demak mengatakan belum mengetahui porsi maupun rincian penggunaannya karena pembahasan Perubahan KUA-PPAS dan Perubahan APBD belum dilakukan. Namun, sumber dari kalangan eksekutif yang enggan disebut namanya menyatakan bahwa pembagian SILPA kerap dilakukan merata antara dua lembaga.
“Umume paroan, Mas,” ujarnya singkat via telepon (24/6).
Kondisi ini semakin memperkuat dugaan publik bahwa penggunaan anggaran sisa bukanlah semata demi kepentingan masyarakat, melainkan telah menjadi bancakan kekuasaan.
Menunggu Pembuktian
Kini, masyarakat menanti langkah konkret dari Pemkab Demak dan DPRD-nya. Apakah mereka mampu memanfaatkan SILPA sebesar Rp171,2 miliar untuk kebutuhan rakyat secara nyata, atau sekadar menjadikannya alat transaksi politik yang menguntungkan elite?
Jawabannya akan terungkap dalam pembahasan APBD Perubahan 2025 yang akan datang. Yang jelas, publik mulai cermat dan tak segan mempertanyakan: besar SILPA-nya, kecil manfaatnya, atau… besar angkanya, besar pula bagi-baginya?
Rep : Latif