MIM, JAWA TENGAH, 17 AGUSTUS 2025
Rembang – Mediaindonesiamaju.com Sengketa investasi antara P (pelapor) melawan B selaku pemilik CV kembali menjadi sorotan. Dari total modal Rp120 juta yang ditanamkan, B sudah mengembalikan Rp31 juta serta memberikan keuntungan sebesar Rp7,5 juta. Secara logika hukum, perkara ini seharusnya murni ranah perdata karena berkaitan dengan hubungan bisnis.
Namun, perkara tersebut kini bergulir di tangan Satreskrim Unit 3 Polres Rembang dan dipaksakan masuk ke jalur pidana. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan adanya dugaan “koordinasi manis” antara pelapor dengan penyidik agar kasus tetap dilanjutkan.
Kuasa hukum B bahkan menyatakan akan segera bersurat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri dugaan permainan arah perkara di tubuh Satreskrim Polres Rembang.
“Jika perkara perdata bisa dipaksa menjadi pidana, masyarakat wajar bertanya: apakah Satreskrim Unit 3 sedang menegakkan hukum atau sekadar menegakkan hubungan baik dengan pelapor?” ungkap kuasa hukum B.
Dasar Hukum yang Dilanggar
Kuasa hukum B menegaskan bahwa tindakan penyidik berpotensi bertentangan dengan beberapa dasar hukum, antara lain:
Putusan MA No. 1554 K/Pid/1991, yang menegaskan perkara perdata tidak boleh dipidana.
Pasal 19 ayat (1) Perkap No.14/2012, yang mewajibkan penyidik bersikap objektif, tidak memihak, dan menjunjung kepastian hukum.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara “selera.”
Uraian Singkat Perkara
1. P melaporkan B terkait penanaman modal sebesar Rp120 juta.
2. B telah mengembalikan Rp31 juta dan memberikan keuntungan Rp7,5 juta.
3. Sisa modal masih digunakan dalam usaha rosok, dengan adanya iktikad baik dari B.
4. Meski merupakan ranah perdata, penyidik Unit 3 Satreskrim Polres Rembang memaksakan perkara masuk jalur pidana.
5. Muncul dugaan adanya pengaruh dari pelapor kepada penyidik sehingga proses hukum tidak berjalan objektif.
Kuasa hukum B meminta agar KPK segera melakukan pengawasan dan penelusuran mendalam terhadap perkara ini, termasuk potensi adanya penyalahgunaan kewenangan, gratifikasi, maupun indikasi tindak pidana korupsi.
“Berdasarkan uraian tersebut, kami berharap KPK dapat mengambil langkah hukum yang diperlukan demi menjaga marwah penegakan hukum yang objektif dan berkeadilan,” pungkas kuasa hukum B.
Rep : Latif