MIM, Jakarta 18 Agustus 2025
Jakarta ,Mediaindonesiamaju.com– Sang Garuda masih tegak perkasa, menjaga Merah Putih yang berkibar di langit Nusantara. Ia menjadi lambang kekuatan, kewibawaan, dan martabat bangsa. Namun di balik megahnya simbol itu, republik tercinta tengah digerogoti gerombolan tikus rakus yang tak henti melahap harta negara.
Hari ini, ketika Indonesia memperingati 80 tahun kemerdekaan, rakyat dihadapkan pada ironi. Di satu sisi, bangsa diajak berbangga atas capaian pembangunan, tetapi di sisi lain, harus menelan pil pahit: korupsi, keserakahan, dan pengkhianatan elit yang tega menjual kehormatan negeri demi kepentingan pribadi.
Merdeka atau Sekadar Slogan?
“Merdeka” seharusnya bukan sekadar kata yang diteriakkan di mimbar upacara atau ditulis di spanduk perayaan. Kemerdekaan sejati adalah kebebasan rakyat dari belenggu penindasan, baik oleh penjajah asing maupun oleh penguasa negeri sendiri yang lebih kejam dari kolonial.
Apa arti merdeka jika rakyat masih diperas pungutan liar di sekolah, dipalak birokrasi, atau ditindas mafia tambang, pangan, hukum, dan proyek? Apa arti merdeka jika kekayaan negeri dikuasai segelintir elit, sementara rakyat kecil hanya kebagian remah?
Apakah ini republik yang dicita-citakan Sukarno dan Hatta? Apakah ini negeri yang ditegakkan dengan darah para pejuang?
Korupsi: Kanker Bangsa
Korupsi di negeri ini bagaikan kanker stadium akhir. Ia melemahkan tubuh negara sekaligus mencemari moral bangsa. Dari gedung parlemen hingga ruang kelas, dari kementerian hingga desa, dari proyek infrastruktur hingga dana bansos—semua rawan dijadikan mesin pencetak uang pribadi.
Tikus-tikus rakus itu sering tampil rapi dan berdasi. Mereka berbicara tentang pembangunan, tetapi tangannya mencuri uang rakyat. Mereka berlindung di balik jargon nasionalisme, bahkan agama, demi menutupi kerakusan.
Garuda Harus Bangkit
Garuda tidak boleh sekadar jadi patung gagah di atas tiang. Ia harus hidup dalam setiap kebijakan yang berpihak pada rakyat. Bangsa ini butuh pemimpin yang berani berkata “tidak” pada korupsi, aparat yang melayani dengan tulus, dan rakyat yang tak gentar menolak pengkhianatan.
Apakah kita rela Merah Putih hanya menjadi kain lusuh yang dikibarkan setiap 17 Agustus, sementara makna di baliknya telah habis dimakan kerakusan?
Rakyat Harus Menggertak
Kini saatnya rakyat tidak lagi menjadi penonton. Suara rakyat harus kembali menakutkan bagi para tikus politik. Republik ini bukan milik pejabat, bukan milik partai, bukan milik korporasi, melainkan milik seluruh anak bangsa.
Jika Indonesia ingin sehat, rakyat harus berani mengangkat kanker korupsi hingga ke akarnya. Jika Merah Putih ingin tetap tegak, rakyat harus menjadi tiang kokoh yang tak bisa dibeli.
Dirgahayu Indonesia, Semoga Lekas Sembuh
Di usia 80 tahun, Indonesia ibarat orang tua yang gagah tapi penuh luka. Masih bisa berdiri, namun pincang. Masih bisa tersenyum, namun menyembunyikan sakit.
Dirgahayu Indonesia.
Semoga lekas sembuh.
Karena bangsa besar bukanlah bangsa yang kaya sumber daya atau megah gedungnya, melainkan bangsa yang berani membersihkan dirinya dari pengkhianat dan tikus-tikus rakus.
Hanya dengan itu, Garuda akan benar-benar kembali gagah perkasa, menjaga Merah Putih bukan sekadar kain, melainkan martabat bangsa yang tidak tergoyahkan.
Rep_Fiqih
Berita Editorial