GROBOGAN, 26 September 2025 – Mediaindonesiamaju.com
Peristiwa meninggalnya Alif Fianto di sebuah gudang jagung milik Rudi, warga Desa Sidorejo, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, menimbulkan tanda tanya besar bagi keluarga korban. Mereka menduga ada banyak kejanggalan dalam kejadian tersebut.
Menurut keterangan Parwanto, kakak korban, insiden bermula saat Alif menerima panggilan telepon dari Rudi pada Sabtu (6/9/2025) sekitar pukul 14.48 WIB. Rudi, yang merupakan pemilik gudang sekaligus rekan bisnis jual beli jagung, meminta Alif datang ke gudang.
Tak lama kemudian, sekitar pukul 15.00 WIB, Rudi kembali menghubungi Parwanto dan menyampaikan bahwa adiknya mengalami kecelakaan hingga meninggal dunia.
“Saya langsung datang ke gudang sekitar 15 menit kemudian, dan menemukan adik saya sudah dalam kondisi tidak bernyawa, tergletak di antara tembok dan badan truk,” ungkap Parwanto.
Saat itu, di lokasi juga hadir Rudi selaku pemilik gudang, serta Darto dan Darso yang disebut mengetahui pertama kali peristiwa tersebut. Namun, keterangan para saksi menimbulkan kejanggalan. Ada yang menyebut korban masih dalam posisi berdiri terhimpit truk dengan mesin hidup dan persneling gigi 1, lalu jenazah diangkat dengan cara menggeser ban truk. Sementara keterangan lain menyebutkan truk sudah dalam keadaan mati dan dipindahkan oleh Rudi sebelum korban ditemukan dalam posisi tertelungkup.
Jenazah kemudian dibawa ke klinik terdekat oleh keluarga korban. Namun, keluarga menilai banyak hal yang tidak wajar dalam penanganan kejadian ini.
Keluarga pun melaporkan insiden tersebut ke Polsek Pulokulon. Mereka meminta agar dilakukan pemeriksaan sidik jari korban pada setir truk yang ada di lokasi. Namun, menurut keluarga, permintaan itu tidak ditindaklanjuti aparat kepolisian.
“Banyak kejanggalan dalam kasus ini. Saya meminta agar dilakukan reka ulang kejadian karena ada hal yang tidak wajar,” tegas Parwanto.
Saat tim Media Indonesia Maju mencoba mengonfirmasi ke Polsek Pulokulon, Kanit Reskrim membenarkan bahwa barang bukti baru diamankan pada 22 September. Ketika ditanya soal keterlambatan, ia menjawab, “Karena mencari sopir yang berani melewati jalur ekstrem untuk membawa barang bukti ke Polsek.”
Sementara terkait tidak adanya pemasangan garis polisi (police line) di lokasi kejadian, pihak kepolisian menyebut sudah diberi tanda berupa cat warna hitam. Pernyataan ini justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan publik, sebab kondisi TKP tidak steril dan masih digunakan untuk aktivitas kerja.
Dugaan adanya kejanggalan pun semakin menguat. Keluarga korban berharap agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan tuntas.
Reporter: Latif