MIM, JAWA TENGAH, 13 OKTOBER 2025
Pemalang, — Mediaindonediamaju.com Penegakan peraturan daerah (perda) oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terkait prostitusi atau penanggulangan pelacuran, seringkali menimbulkan pro dan kontra yang kompleks, kondisi tersebut banyak terjadi dibeberapa daerah, seperti akhir – akhir ini yang terjadi di Kabupaten Pemalang. Isu ini menyentuh berbagai aspek, mulai dari hukum, sosial, hingga kemanusiaan.
Tentu, peran utama Satpol PP adalah menegakkan perda untuk menjaga ketertiban, ketenteraman, dan perlindungan masyarakat. Penertiban prostitusi juga sebagai bagian dari upaya melindungi masyarakat dari dampak negatif (Prostitusi), seperti penyebaran penyakit menular seksual, peredaran minuman keras, dan masalah sosial lainnya.
Maka dari itulah, dengan dasar hukum yang ada, Satpol PP dalam hal ini telah melaksanakan kewajibannya sebagai penegak peraturan daerah dalam rangka membantu Kepala Daerah mempercepat pembangunan serta dalam mensukseskan program – program kerja.
Upaya razia penyakit masyarakat yang dilakukan Satpol PP Pemalang juga dalam upaya mencegah eksploitasi, beberapa pihak menilai, penertiban bisa menjadi langkah untuk menghentikan praktik eksploitasi terhadap pekerja seks komersial (PSK), terutama jika ada dugaan perdagangan manusia.
Sudah barang pasti, Satpol PP segera bertindak lantaran adanya aduan dari masyarakat yang merasa resah, terganggu dengan keberadaan praktik prostitusi.
Dari penegakkan peraturan daerah, khususnya terkait penanggulangan prostitusi, sebagian pihak berharap dengan cara pendekatan sekaligus memberikan solusi bagi para PSK. Karena penertiban dianggap hanya bersifat sementara dan tidak menyentuh akar masalah prostitusi, seperti kemiskinan, kurangnya lapangan kerja, dan faktor sosial lainnya. Setelah razia, praktik prostitusi sering kali kembali marak di tempat lain. Maka, perlu koordinasi antara Satpol PP dan instansi terkait lainnya, seperti dinas sosial dan kepolisian, terkadang kurang optimal. Akibatnya, penanganan masalah prostitusi tidak terintegrasi dengan baik.
Menanggapi pro dan kontra, itu wajar terjadi dan itu sebuah dinamika dilapangan. Melalui pesan singkat, Achmad Hidayat, Kepala Satpol PP Kabupaten Pemalang mengatakan, penegakan hukum oleh Satpol PP terhadap tindak pidana tertentu, termasuk yang terkait dengan prostitusi, harus selaras dengan undang-undang yang lebih tinggi. Terdapat isu mengenai sinkronisasi antara perda dan undang-undang agar kewenangan Satpol PP tidak tumpang tindih. Secara umum, penegakan perda oleh Satpol PP soal prostitusi masih menjadi perdebatan karena dianggap belum menyelesaikan masalah secara mendasar. Meskipun tujuannya baik untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman, pendekatan yang sering kali reaktif dan tidak komprehensif menuai kritik.
“Diperlukan pendekatan yang lebih terintegrasi, manusiawi, dan menyentuh akar permasalahan. Namun kami secara pasti tidak memiliki data para PSK, begitupun dinas lain saya rasa juga tidak memiliki data PSK,” tegas Achmad Hidayat.
“Giat kami terakhir melakukan penyisiran dilokasi (Calam) dan hanya mendapatkan 8 orang pelanggar,” imbuhnya.
Lebih lanjut, orang nomor satu di tubuh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten tersebut menegaskan, bahwa Satpol PP tidak gegabah menjudge (menghakimi) seseorang itu PSK sebelum dilakukan pemeriksaan. Setiap orang yang melakukan pelanggaran ketertiban umum masih sebagai terduga pelanggar.
“Terima kasih atas segala saran dan kritik yang masuk ke kami. Dalam penegakan perda penanggulangan pelacuran memang harus koordinasi dengan sejumlah pihak, seperti dinas sosial, lembaga kesehatan, dan kepolisian, agar penanganannya lebih efektif dan berkeadilan. PSK seyogyanya dilakukan pemberdayaan agar mereka tidak kembali lagi ke dunia prostitusi,” tutup Achmad Hidayat.
Rep : Farras