MIM, JAWA TENGAH, 16 OKTOBER 2025
Rembang, – Mediaindonesiamaju.com Delman atau dokar sudah tak mentereng seperti puluhan tahun lalu. Bahkan di Kabupaten Rembang jumlahnya kini bisa dihitung dengan jari. Yaitu, hanya enam. Keenam delman tersebut kini hanya beroperasi di sekitar Pasar Kota Rembang.
Jika ditarik puluhan tahun belakang, delman atau dokar menjadi salah satu alat transportasi yang paling terkenal. Namun berbanding terbalik dengan saat ini. Karena memang sudah tak banyak mode transportasi yang ‘mesinnya’ menggunakan kuda.
Begitu juga dengan di Kabupaten Rembang. Bahkan saat ini jumlah dokar dapat dihitung dengan jari. Hanya enam dokar saja. Keenamnya kini sering mangkal di Pasar Rembang.
Umumnya keenam dokar itu akan mangkal sekitar pukul 07.00WIB. Hingga siang hari mereka akan tetap mangkal di depan pintu masuk Pasar Rembang. Lalu, pada sore harinya mereka akan kembali pulang ke rumah masing-masing.
“Dulu di Rembang ya puluhan. Kalau sekarang hanya ada lima,” terang Darminto, (80) seorang kusir dokar di Pasar Rembang kepada wartawan MIM ini.
Pria yang sudah menjadi kusir sejak tahun 1970 itu mengatakan, jika jumlah dokar di Rembang terus berkurang. Ia pun mengingat, dia tahun1970 lalu, dokar menjadi moda transportasi umum yang sangat terkenal. Jumlahnya mencapai ratusan. Menyebar di seluruh kecamatan di Rembang.
Namun kini dokar mulai ditinggalkan. Jumlahnya pun berkurang sangat banyak. Terutama pada 10 tahun terakhir. Bahkan kini jumlahnya hanya enam. Keenamnya hanya di Kecamatan Rembang. “Tinggal kami berenam. Dua di antaranya masih baru. Sedangkan empat sisanya orang lama semua,” terangnya.
Pria yang akrab disapa Mbah Min itu memiliki alasan mengapa tak ingin meninggalkan dokar. Salah satunya adalah rasa cintanya yang sudah mendalam. Maklum saja, Mbah Min sudah menggeluti pekerjaan ini selama 55 tahun.
Selain itu, Mbah Min juga tak ingin dokar sampai punah. Baginya dokar bukan hanya sebuah mode transportasi, namun juga warisan budaya yang wajib untuk dilestarikan. “Eman kalau sampai ditinggal. Kalau bisa dokar ini wajib untuk dilestarikan,” tandasnya.
Sementara itu, Sugito, salah satu kusir dokar di Pasar Rembang mengaku baru menjadi kusir sejak Sepuluh tahun lalu. Dulunya Sugito pun tak pernah berpikir jika harus menjadi kusir dokar.
Namun takdir seolah-olah ingin Sugito menjadi kusir. Sepuluh tahun lalu, ayah dari Sugito pensiun dari menjadi kusir dokar. Seluruh peralatan kusir pun diserahkan kepada Sugito. Mulai dari kuda hingga dokar.
Pesan sang ayah adalah Sugito harus meneruskan pekerjaan sang ayah.
“Dulu diminta bapak untuk meneruskan. Mau tidak mau ya harus diterima,” terang pria yang kini berusia 54 tahun itu.
Namun bukan hanya hal itu yang membuat Sugito ingin menjadi seorang kusir. Karena dalam hati kecilnya, Sugito tak sampai hati jika dokar sampai punah di kemudian hari.
“Saya dari kecil sudah akrab sama dunia dokar, jadi ada eman kalau dokar sampai punah,” tandasnya.
Rep : Bowo