MIM, Jawa Tengah 05 Agustus 2025
BLORA, Mediaindonesiamaju.com– Kasus penangkapan tiga wartawan di Blora pada 22 Mei 2025 kini memasuki babak baru yang mengungkap sejumlah fakta mengejutkan. Dalam konferensi pers terbaru, kuasa hukum ketiga wartawan, John L. Situmorang, S.H., M.H., menyampaikan temuan yang dapat membalikkan arah kasus secara signifikan, termasuk dugaan kuat bahwa justru pelapor adalah pihak yang pertama kali menawarkan uang.
Permintaan Turunkan Berita Justru Datang dari Oknum yang Melapor
Menurut John, permintaan untuk menurunkan berita investigasi tentang dugaan penyelewengan distribusi BBM subsidi bukan berasal dari wartawan, melainkan dari seorang bernama Didik. Didik disebut mengaku sebagai kepala gudang milik oknum TNI AD yang kini menjadi pelapor dalam kasus dugaan pemerasan.
“Permintaan untuk menurunkan berita bukan berasal dari inisiatif wartawan, tapi justru dari Sdr. Didik, yang diduga kuat terlibat dalam jaringan mafia BBM subsidi,” tegas John.
Bukti BAP: Ada Uang Rp4 Juta yang Disodorkan ke Wartawan
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), terungkap bahwa Didik sempat menyodorkan uang sebesar Rp4 juta dari total kesepakatan Rp10 juta sebagai “biaya” penghapusan berita. Fakta ini, menurut John, menunjukkan bahwa peristiwa tersebut lebih menyerupai jebakan dibandingkan pemerasan.
“Ini bukan pemerasan. Ini lebih mirip jebakan. Jika permintaan dan uang datang dari pihak pelapor, lalu mengapa justru wartawan yang dijadikan tersangka?” ujarnya.
Dugaan Permufakatan Jahat, Oknum Aparat Diduga Terlibat
John juga menyoroti potensi adanya kolaborasi jahat antara pelapor dan oknum aparat di Polres Blora. Ia menilai bahwa proses hukum dalam kasus ini tidak transparan dan justru bertujuan membungkam kerja jurnalistik.
“Ini bukan penegakan hukum, ini bentuk pembungkaman informasi publik. Wartawan kami sedang bekerja, bukan memeras. Justru mereka yang ditawari uang agar berita tak tayang,” katanya.
Analisis Yuridis: Unsur Pemerasan Tak Terpenuhi
Secara hukum, John menegaskan bahwa tidak ada unsur paksaan atau ancaman dalam tindakan wartawan, sehingga Pasal 368 KUHP tentang pemerasan tidak relevan. Justru muncul indikasi gratifikasi dari pelapor yang berkaitan dengan aparat negara.
“Jika benar ini gratifikasi dari pelapor yang notabene terkait oknum TNI, mengapa bukan dia yang diperiksa lebih dalam?” kritiknya.
Langkah Hukum Lanjutan: Ditempuh ke Tiga Lembaga Pengawas
Untuk menuntut keadilan, pihak kuasa hukum telah mengambil langkah hukum lanjutan dengan melayangkan laporan ke berbagai lembaga pengawasan:
- Pengawas Penyidik Ditreskrimum Polda Jateng untuk gelar perkara khusus.
- Kejati Jateng, Jamwas Kejagung RI, dan Komisi Kejaksaan RI untuk mengusut dugaan pelanggaran etik jaksa.
- POMDAM IV/Diponegoro untuk memproses keterlibatan oknum TNI AD.
Pertanyaan Publik: Siapa yang Sebenarnya Memeras?
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: siapa sebenarnya yang memeras dan siapa yang menjadi korban? Apakah wartawan dijebak dalam skenario kriminalisasi untuk melindungi mafia BBM subsidi?
“Penegakan hukum tanpa keadilan adalah tirani. Kasus ini penuh tanda tanya dan harus dibuka seterang-terangnya. Rakyat berhak tahu, siapa yang bersembunyi di balik seragam,” pungkas John.
Catatan: Kasus ini kini tengah menjadi sorotan nasional karena mencerminkan polemik mendalam antara kebebasan pers, supremasi hukum, dan dugaan praktik mafia dalam distribusi BBM subsidi. Publik menanti, apakah hukum akan berpihak pada kebenaran, atau justru tunduk pada kekuatan tersembunyi.
Rep_Fiqih