Instagram penyanyi Bunga Citra Lestari diserbu warganet setelah kabar pernikahannya dengan Tiko Aryawardhana pada Desember tahun ini beredar di media.
Setidaknya ada 1.600 lebih komentar yang isinya antara lain mempertanyakan keputusan Bunga menikah dengan pria tersebut. Ada juga yang mencibir Bunga karena dianggap tidak menepati janjinya pada almarhum mantan suami Ashraf Sinclair untuk sehidup semati.
Cibiran yang dialami penyanyi dengan sapaan BCL ini juga dialami oleh kebanyakan perempuan dengan status janda lainnya.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengatakan apa yang terjadi pada BCL dan janda lainnya disebabkan oleh konstruksi gender yang menempatkan perempuan sebagai “lambang kesetiaan”.
Seperti apa komentar warganet di kolom Instagram BCL?
Kabar rencana perkawinan penyanyi Bunga Citra Lestari dengan Tiko Aryawardhana menjadi perhatian publik dalam beberapa hari terakhir.
Di media massa seperti online dan televisi, segala hal pribadi yang menyangkut calon suaminya dikuliti dan diberitakan tanpa ada konfirmasi dari orang yang bersangkutan.
Seperti asal usulnya, pekerjaan, bahkan perceraian dengan mantan istrinya terdahulu.
Adapun Bunga tak lepas dari cibiran warganet.
Di kolom komentar Instagramnya, penyanyi ini dianggap mengingkari janjinya pada almarhum mantan suami Ashraf Sinclair, yakni bakal sehidup semati.
“Katanya mau setia sama almarhum suami dan mau dimakamkan di samping makam mantan suami, kok nikah lagi…” begitu salah satu komentar dari akun @ridiakcantika.
Mengapa janda dicibir?
Komentar seragam bernada sindiran, cibiran, serta ejekan seperti itu, menurut Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, disebabkan oleh konstruksi gender yang selalu menempatkan perempuan sebagai “tolok ukur dari penilaian sebuah moralitas dan kesetiaan”.
Hal itu terwujud dalam ekspektasi di masyarakat bahwa perempuan harus tetap memelihara kesetiaaan pada pasangannya lebih tinggi daripada laki-laki memelihara kesetiaan pada istrinya.
“Apalagi konstruksi gender menempatkan laki-laki sebagai pihak yang dilayani,” ujar Andy Yentriyani kepada BBC News Indonesia.
“Sehingga kalau ada duda menikah lagi, justifikasinya adalah dia butuh orang yang mendampingi, melayani, memberikan kesempatan untuk berproduksi dengan lebih efektif di luar rumah.”