MIM, JAWA TENGAH, 16 OKTOBER 2025
Pemalang , – Mediaindonesiamaju.com Meskipun jajaran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pemalang telah menunjukkan kegigihan dalam memerangi penyakit masyarakat (pekat), praktik prostitusi di kawasan yang dikenal sebagai ‘Lokalisasi Calam’ kembali marak.
Tepat di depan Terminal Induk Pemalang, kafe-kafe dan warung remang-remang liar kembali beroperasi, seakan tak gentar dengan penertiban yang belum lama ini dilakukan.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: apakah aparat penegak Peraturan Daerah (Perda) menghadapi hambatan serius dalam upaya pemberantasan prostitusi yang terorganisir?
Dalam dua pekan terakhir, Satpol PP Pemalang telah melancarkan operasi yang cukup masif, tidak hanya menyasar rumah kos dan homestay yang diduga menjadi tempat mesum, tetapi juga membidik ‘Lokalisasi Calam’.
Dari operasi tersebut, petugas berhasil menyita barang bukti berupa alat kontrasepsi, pelumas, dan puluhan botol minuman beralkohol (mihol). Menurut keterangan warga berinisial Gy, operasi ini sudah dilakukan dua kali. Operasi pertama berhasil mengamankan enam wanita dan sejumlah barang bukti.
Operasi kedua, yang mengamankan delapan wanita, bahkan dikabarkan langsung mengirim para pekerja seks tersebut ke Surakarta untuk mendapatkan pembinaan.
Namun, keberhasilan tersebut tampaknya hanya bersifat sementara. Hanya berselang beberapa hari pasca-operasi, laporan masyarakat kembali masuk, mengabarkan bahwa aktivitas prostitusi kembali bergeliat.
“Seolah kebal hukum,” ujar Gy dengan nada kecewa, saat ditemui tim media pada Kamis dini hari, 16 Oktober. Gy dan timnya bahkan melakukan investigasi langsung dan berhasil mewawancarai seorang wanita yang diduga PSK.
Wanita yang menggunakan nama samaran “Anggrek” tersebut, tanpa ragu menawarkan layanan dengan tarif menginap (ngamar) Rp200 ribu, serta layanan menyanyi di kafe dengan tarif Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per jam.
Ia juga menawarkan minuman beralkohol dengan harga bervariasi.
Kondisi ini, menurut Gy, menunjukkan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam menangani persoalan sosial ini.
Ia mempertanyakan kemampuan pemerintah, yang seharusnya memiliki landasan hukum kuat melalui Perda, untuk memberantas praktik ilegal ini. “Masa sih negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Pemalang tidak mampu atasi prostitusi yang terang-terangan?” kritiknya.
Gy menegaskan bahwa pemberantasan prostitusi memerlukan pengawasan ketat dan patroli rutin, bukan sekadar operasi dadakan. Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara Satpol PP dengan instansi lain seperti TNI, Polri, pemerintah kelurahan dan kecamatan, serta tokoh agama dan masyarakat.
“Dengan demikian saya yakin, pemerintah daerah tidak akan kesulitan dalam menanggulangi prostitusi yang saat ini sangat marak,” pungkasnya. Masyarakat berharap Pemerintah Kabupaten Pemalang segera membentuk tim gabungan untuk menuntaskan masalah ini, agar tidak ada lagi kesan bahwa pemerintah kalah dengan praktik prostitusi.
Rep : Farras