MIM,Jawa Tengah 20 Juni 2025
Probolinggo, 19 Juni 2025,Mediaindonesiamaju.com – Sebuah video berdurasi 17 detik viral di media sosial menunjukkan dugaan ajakan dari oknum anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Pakuniran, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, untuk mengusir seorang wartawan bernama Dodon Haryanto yang telah tinggal dan menjalankan tugas jurnalistik di desa tersebut selama lebih dari sembilan tahun.
Dalam video itu, tampak seorang anggota BPD menyerukan kepada warga Desa Margoayu agar “mengusir” Dodon Haryanto. Dugaan ini muncul karena Dodon dikenal aktif melakukan peliputan dan pengawasan atas indikasi penyalahgunaan anggaran desa Pakuniran.
Aksi provokatif ini menuai kecaman keras dari berbagai kalangan, karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara serta kebebasan pers yang dilindungi oleh undang-undang.
Dijamin Konstitusi dan Undang-Undang
Mengacu pada Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, setiap warga negara berhak atas kebebasan bertempat tinggal, menyampaikan pendapat, serta memperoleh perlindungan atas martabat dirinya. Dodon Haryanto yang telah memiliki KTP elektronik dan tercatat sebagai penduduk resmi Desa Pakuniran, tidak dapat dipaksa keluar tanpa dasar hukum yang sah.
Lebih lanjut, Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU No. 23 Tahun 2006 jo. UU No. 24 Tahun 2013) juga menegaskan bahwa hak administrasi kependudukan tidak bisa diganggu gugat oleh kepala desa atau perangkat desa lainnya. Tindakan pengusiran secara sepihak merupakan pelanggaran hukum.
Jika terbukti melakukan pengusiran ilegal, pelaku dapat dijerat Pasal 333 ayat (1) KUHP tentang perampasan kemerdekaan, dengan ancaman hukuman hingga 8 tahun penjara. Selain itu, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan kepala desa untuk menjaga kerukunan dan tidak menyalahgunakan wewenang.
Dukungan dan Reaksi Keras
Dodon Haryanto menanggapi kejadian tersebut dengan tegas. “Saya menjalankan tugas jurnalistik sebagai bentuk kontrol sosial atas dugaan penyalahgunaan anggaran desa. Tapi yang saya terima justru intimidasi dan upaya pengusiran,” ujarnya.
Ketua Forum Wartawan Masyarakat Probolinggo (F-Wamipro), M. Suhri, menyayangkan insiden ini. “Tindakan seperti ini mencoreng marwah jurnalistik di Probolinggo. Kami akan menindaklanjuti kasus ini dan melaporkan oknum BPD yang terlibat,” tegasnya.
Kuasa hukum Dodon, Fery Amirairulah, SH., menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas. “Kami akan mengambil langkah hukum demi menjaga marwah profesi wartawan dan menegakkan supremasi hukum.”
Media dan organisasi wartawan di wilayah Jawa Timur, terutama di Surabaya, juga menyatakan dukungan dan tengah mempersiapkan laporan resmi ke Polda Jatim sebagai bentuk solidaritas terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas.
—
Catatan Redaksi
Insiden ini menjadi pengingat pentingnya penghormatan terhadap kebebasan pers dan hak asasi warga negara. Intimidasi terhadap wartawan adalah bentuk pelecehan terhadap demokrasi dan upaya pembungkaman suara publik.
Kami mengimbau pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menindak tegas setiap bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers. Pers adalah pilar keempat demokrasi, bukan musuh publik.
Rep_Fq