80 Tahun Mahkamah Agung: Refleksi Kritis dan Tantangan dalam Eksistensi Sebagai Benteng Terakhir Keadilan

- Jurnalis

Senin, 25 Agustus 2025 - 15:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

MIM, Jakarta 25 Agustus 2025

Oleh: Timbul Priyadi, S.H., M.H.
Praktisi dan Pemerhati Peradilan

JAKARTA, Mediaindonesiamaju.com Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia genap berusia 80 tahun pada 19 Agustus 2025. Sebagai lembaga yudisial tertinggi, MA memegang peran vital sebagai benteng terakhir keadilan. Namun, perjalanan delapan dekade lembaga ini diwarnai dinamika serius: capaian administratif dan reformasi digital di satu sisi, serta krisis integritas dan skandal mafia peradilan di sisi lain.

Perayaan hari jadi ke-80 MA yang mengusung tema “Pengadilan Bermartabat, Negara Berdaulat” menjadi momen reflektif untuk menilai sejauh mana peradilan Indonesia tegak menjaga marwah hukum. “Selama pengadilan berdiri tegak dengan martabatnya, maka selama itu pula negara ini akan berdiri kokoh dalam kedaulatannya,” tegas Ketua MA dalam pidatonya.

Krisis Integritas: Mafia Peradilan dan Cengkeraman Oligarki

Dalam beberapa tahun terakhir, serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) mengguncang publik. Kasus di Pengadilan Negeri Surabaya hingga Pengadilan Tipikor Jakarta menunjukkan adanya praktik suap dalam memanipulasi putusan. Penemuan uang tunai ratusan miliar rupiah dan emas dari makelar kasus mempertegas kronisnya mafia peradilan.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sedikitnya 29 hakim menjadi tersangka korupsi sejak 2011 hingga 2024. Kondisi ini menambah rapuhnya kepercayaan publik, di tengah kuatnya cengkeraman oligarki dalam industri strategis yang memanfaatkan kelemahan hukum.

Baca Juga :  Mutasi di Tubuh Polri, Komjen Dedi Prasetyo Gantikan Jabatan Wakapolri

Capaian Administratif dan Reformasi Digital

Di sisi lain, Mahkamah Agung tak luput dari pencapaian. Selama 12 tahun berturut-turut, MA meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK. Program pembangunan Zona Integritas juga membuahkan hasil, dengan 260 satuan kerja memperoleh predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan 16 satuan kerja berstatus Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).

Transformasi digital melalui layanan e-Court, e-Litigation, e-Berpadu, hingga peluncuran 13 aplikasi baru di 2025 menjadi tonggak penting dalam meningkatkan transparansi dan akses publik terhadap peradilan. Meski demikian, penulis menekankan bahwa capaian administratif tidak otomatis menghapus defisit keadilan substantif.

“Kepercayaan publik tidak dibangun oleh laporan keuangan atau predikat semata, melainkan oleh rasa keadilan nyata yang dirasakan masyarakat,” tegas Timbul Priyadi.

Dua Wajah Keadilan dan Transparansi yang Belum Utuh

Tulisan ini juga menyoroti sejumlah kasus yang memperlihatkan “dua wajah hukum.” Dari kriminalisasi rakyat kecil seperti kasus Nenek Asyani dan Bisrin di Maluku, hingga kasus aktivis lingkungan di Karimunjawa dan perkara politikus Thomas Lembong. Fenomena ini mencerminkan hukum yang kerap tegas pada kelompok lemah, namun lentur bagi yang berkuasa.

Baca Juga :  Komandan Kodim Pemalang Pimpin Apel Komcad: Meningkatkan Kesiapan dan Kedisiplinan  

Selain itu, transparansi di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) masih bermasalah. Meski musyawarah hakim selesai, publik sering harus menunggu lama untuk mengetahui hasil resmi putusan. “Keterlambatan publikasi putusan strategis justru menimbulkan spekulasi dan menurunkan kepercayaan publik,” ujar penulis.

Rekomendasi Reformasi Total

Untuk mengembalikan marwah, MA perlu melakukan langkah konkret, antara lain:

  1. Reformasi rekrutmen hakim berbasis integritas dan kapasitas intelektual.
  2. Penguatan pengawasan eksternal melalui sinergi dengan Komisi Yudisial dan KPK.
  3. Evaluasi sistem promosi dan mutasi hakim.
  4. Peningkatan kesejahteraan sebagai investasi integritas.
  5. Pembangunan budaya kelembagaan berbasis etika profesi.

Menjaga Benteng Terakhir Keadilan

Delapan dekade usia Mahkamah Agung menempatkannya pada persimpangan krusial: menegaskan diri sebagai benteng terakhir keadilan, atau tenggelam dalam krisis kepercayaan publik.

Sebagaimana pesan Bung Karno, “Mahkamah Agung adalah benteng terakhir keadilan. Jika semua lembaga telah gagal, rakyat berharap pada Mahkamah Agung.”

Dengan reformasi yang konsisten, harapan itu diyakini masih dapat diwujudkan. Bukan semata demi citra lembaga, melainkan demi mengembalikan makna sejati dari keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rep_Fiqih

Berita Terkait

Menuju Perlindungan Awak Kapal Perikanan Migran yang Lebih Baik: Bupati Pemalang Ajak Sinergi Lintas Sektor  
Dampingi Menko AHY, Kapolda Helmy Santika Tegaskan Komitmen Kawal Pembangunan di Lampung
SMP N 5 Comal Raih Juara 1 dan 3 Cabor Sepak Takrow POPDA Tingkat Kabupaten: Sebuah Prestasi Gemilang  
Satgas TMMD Sengkuyung Tahap IV TA. 2025 Kodim Pemalang Terus Garap Sasaran Fisik di Desa Sukorejo  
JPU Bacakan Tuntutan Kasus Penipuan TKI, Dua Terdakwa Dituntut 2 Tahun 8 Bulan Penjara
Warga Desa Pasiran Jaya Keluhkan Jalan Rusak Parah Sejak 2018, Harapan Pembangunan Tak Kunjung Terealisasi
Tak Jera, Diduga PSK di Pemalang Masih Kucing-kucingan dengan Petugas, Satpol PP Diminta Lebih Tegas
Ajang FTBI Tingkat Provinsi di Surakarta, Rembang Kirim 28 Siswa SD dan SMP  

Berita Terkait

Rabu, 15 Oktober 2025 - 18:53 WIB

Menuju Perlindungan Awak Kapal Perikanan Migran yang Lebih Baik: Bupati Pemalang Ajak Sinergi Lintas Sektor  

Rabu, 15 Oktober 2025 - 16:07 WIB

Dampingi Menko AHY, Kapolda Helmy Santika Tegaskan Komitmen Kawal Pembangunan di Lampung

Rabu, 15 Oktober 2025 - 16:05 WIB

SMP N 5 Comal Raih Juara 1 dan 3 Cabor Sepak Takrow POPDA Tingkat Kabupaten: Sebuah Prestasi Gemilang  

Rabu, 15 Oktober 2025 - 08:47 WIB

Satgas TMMD Sengkuyung Tahap IV TA. 2025 Kodim Pemalang Terus Garap Sasaran Fisik di Desa Sukorejo  

Rabu, 15 Oktober 2025 - 08:42 WIB

JPU Bacakan Tuntutan Kasus Penipuan TKI, Dua Terdakwa Dituntut 2 Tahun 8 Bulan Penjara

Berita Terbaru