MIM, JAWA TENGAH, 18 SEPTEMBER 2025
Pemalang,| Mediaindonesiamaju.com Kamis 18 September 2025, Ironis! Meski Perintah Kabupaten Pemalang (Pemkab) melalui dinas terkait (Dindikbud) telah melarang serta mengeluarkan surat larangan penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS), namun praktik penjualan LKS di sekolah dasar (SD) tetap marak.
Hasil penelusuran tim awak media, ditemukan fakta di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah pengusaha penerbit serta diduga melibatkan pihak sekolah masih nekat memperjualbelikan LKS, bahkan melalui jalur yang tidak semestinya seperti di jual beli kan dengan modus dititipkan disebuah warung jajanan atau tempat non-toko buku.
Padahal, progam Bupati Pemalang jelas, satu diantaranya LKS Gratis, tentu praktik tersebut (jual beli LKS) sudah sangat bertentangan dengan progam bupati dan surat edaran yang menegaskan larangan penjualan LKS di satuan pendidikan PAUD/TK, SD, dan SMP, baik melalui guru, tenaga kependidikan, koperasi sekolah, maupun penyedia tertentu. Dengan tujuan Pemerintah Kabupaten Pemalang ingin memastikan pendidikan berjalan transparan, akuntabel, dan tidak membebani orang tua siswa.
Menanggapi hal tersebut, Ripto Anwar kembali angkat bicara, kepada tim awak media, ia menyampaikan bahwa pengusaha atau pedagang LKS kok masih saja ndableg. Mereka hanya fokus cari untung saja tanpa memperdulikan situasi saat ini di Pemalang. Bukankah kita semua mendengar baru – baru ini ada kelompok elemen masyarakat menuntut, satu diantara tuntutan tersebut ialah, praktik pungli dilingkungan Dinas Pendidikan agar dibersihkan, apapun alasannya.
“Ini kok praktik bisnis LKS ini justru mencederai semangat program pendidikan gratis yang sedang dijalankan pemerintah pusat maupun daerah melalui Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP). Lagi – lagi urusan LKS membuat gejolak,” tutur Ripto Anwar heran.
Padahal menurut Ripto Anwar, dasar hukum dan potensi sanksi yang tertuang dalam peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 sangat jelas, yakni tentang komite sekolah
melarang sekolah melakukan pungutan kepada peserta didik maupun orang tua/wali sangat.
Penjualan LKS yang difasilitasi pihak sekolah dapat dikategorikan sebagai pungutan liar.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 11 ayat (1): Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan tanpa diskriminasi.
Pasal 12 ayat (1) huruf b: Peserta didik berhak mendapatkan biaya pendidikan sesuai kebutuhan dasar.
Pelanggaran aturan ini berpotensi mengarah pada sanksi administratif hingga pidana bila terbukti membebani masyarakat.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Pasal 12 huruf e: Pegawai negeri/penyelenggara negara yang memaksa seseorang untuk membayar, menyerahkan sesuatu, atau dipungut biaya yang tidak sesuai aturan dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda antara Rp200 juta sampai Rp. 1 miliar.
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli)
Praktik penjualan LKS yang diarahkan sekolah dapat dikategorikan sebagai pungutan liar, dengan konsekuensi hukum tegas.
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah
Dengan masih beredarnya praktik penjualan LKS, publik menilai lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan. Padahal, dalam surat larangan tersebut jelas disebutkan bahwa dinas wajib melakukan pembinaan, pengawasan, serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat.
Bupati selaku kepala daerah juga memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administratif kepada sekolah yang melanggar, hingga melaporkan pihak penerbit atau pengusaha LKS ke aparat penegak hukum.
Desakan Masyarakat
Masyarakat dan pemerhati pendidikan meminta Kejaksaan Negeri Kuningan, Saber Pungli, dan Inspektorat Daerah segera turun tangan menindak pihak-pihak yang masih berani melawan larangan bupati.
“Ini bukan sekadar masalah buku, tapi sudah masuk ke ranah pungli dan potensi korupsi pendidikan. Aparat hukum jangan tutup mata,” tegas aktivis kawakan sekaligus pemerhati pendidikan tersebut.
“Larangannya sudah jelas, loh Iki kok di SDN 13 Kebondalem, di SDN 6 Beji, serta di sekolah dasar yang ada di Kecamatan Bantarbolang, Belik dan lainya masih saja nekat jualan LKS,” tutup Ripto Anwar.
(Tim)