MIM,Jawa Tengah 02. November 2025
GROBOGAN ,Mediaindonesiamaju.com– Keluarga besar Ali Mursid, warga Desa Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, kembali bersuara terkait kasus hukum yang menimpa keluarga mereka. Melalui surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Ketua Komisi III DPR RI Habiburrohman, keluarga Ali Mursid meminta agar pemerintah dan DPR RI memberikan perhatian dan keadilan atas kasus yang mereka anggap penuh kejanggalan.
Dalam surat terbuka tersebut, Burita Yulianti, yang merupakan keluarga pelapor, menyampaikan bahwa kasus yang mereka laporkan ke Polda Jawa Tengah pada 21 Juli 2022 dengan nomor LP/B/417/VII/2022/SPKT/POLDA JAWA TENGAH, terkait dugaan pemalsuan surat atau keterangan palsu dalam akta autentik, telah mengalami perubahan status yang mencurigakan.
Menurut Burita, setelah laporan diproses oleh penyidik Polda Jateng dan bahkan telah sampai pada tahap penetapan tersangka, tiba-tiba kasus tersebut dihentikan melalui Surat Penghentian Penyidikan (SP3). Penghentian perkara itu disebut-sebut dilakukan setelah adanya gelar perkara khusus di Biro Wassidik Bareskrim Mabes Polri, yang menurut keluarga Ali Mursid dinilai tidak semestinya dilakukan.
“Kami merasa ada intervensi dan ketidakadilan. Gelar perkara khusus seharusnya hanya untuk memberikan petunjuk kepada penyidik, bukan justru mengeluarkan SP3 terhadap perkara yang sudah sampai tahap penetapan tersangka,” tulis Burita dalam surat terbukanya.
Burita juga mempertanyakan alasan mengapa gelar perkara dilakukan di Biro Wassidik Bareskrim Polri, bukan di Polda Jateng tempat laporan tersebut dibuat. Ia menilai langkah tersebut menyalahi prosedur dan menimbulkan dugaan adanya permainan dalam proses hukum.
Lebih lanjut, keluarga pelapor menilai alasan “tidak ada tindak pidana” yang dijadikan dasar penghentian penyidikan tidak masuk akal. Pasalnya, penyidik Polda Jateng sebelumnya telah menetapkan terlapor sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yang sah, termasuk buku nikah diduga asli tapi palsu (ASPAL) yang digunakan untuk membuat Surat Keterangan Waris (SKW) dan merubah akta perusahaan.
Dalam surat tersebut, Burita juga mengungkapkan sejumlah poin keberatan, di antaranya:
- Perbedaan hasil penyidikan antara Polda Jateng dan Bareskrim Polri yang dinilai mencederai prinsip keadilan.
 - Dugaan diskriminasi saat pelaksanaan gelar perkara di Bareskrim Polri.
 - Dugaan adanya penerimaan sesuatu oleh pejabat yang memimpin gelar perkara.
 - Ditemukannya novum baru, yakni isbat nikah sepihak yang diajukan oleh terlapor, yang justru memperkuat dugaan bahwa buku nikah yang digunakan sebelumnya adalah palsu.
 
Burita juga melampirkan berbagai dokumen pendukung dalam surat terbukanya, antara lain STTPL, SP2HP, SPDP, Tap Tersangka, SP3, buku nikah terlapor, surat dari KUA Tembalang, SKW dan isbat nikah terlapor, surat keterangan dari Desa Panunggalan, hingga dua akta perusahaan yang dirubah menggunakan dokumen bermasalah tersebut.
“Kami mohon kepada Bapak Presiden dan Ketua Komisi III DPR RI agar membantu membuka kembali perkara ini. Kami hanya ingin keadilan yang sebenar-benarnya,” tulis Burita dalam penutup suratnya.
Melalui surat terbuka tersebut, keluarga Ali Mursid berharap pemerintah dan DPR RI dapat menindaklanjuti laporan mereka dan memastikan penegakan hukum berjalan secara transparan, profesional, dan tanpa intervensi.
Surat terbuka ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi Presiden dan Komisi III DPR RI untuk memanggil pihak-pihak terkait dan membuka kembali kasus yang telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Keadilan harus ditegakkan, dan tidak boleh ada pihak yang kebal hukum,” tegas Burita.
Rep_Fiqih
      









