MIM, JAWA TENGAH, 26 DESEMBER 2025
Grobogan – Mediaindonesiamaju.com Fenomena menjamurnya klinik kecantikan di Kabupaten Grobogan kembali menuai sorotan. Seiring meningkatnya minat masyarakat terhadap perawatan estetika, persoalan legalitas dan standar pelayanan menjadi perhatian serius.
Pasalnya, usaha klinik kecantikan seharusnya mengantongi perizinan lengkap serta ditangani tenaga medis yang memiliki kompetensi dan sertifikasi khusus di bidang estetika.
Baru-baru ini, awak media menemukan adanya dugaan praktik klinik kecantikan tanpa izin melalui penelusuran di media sosial Instagram.
Sebuah akun mempromosikan layanan kecantikan dengan nama FBS Clinic yang beralamat di Desa Karanganyar, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan.
Dari hasil penelusuran awal, klinik tersebut diketahui menawarkan sejumlah treatment kecantikan, di antaranya suntik pemutih badan serta injeksi wajah yang diklaim mampu mengurangi flek dan bercak hitam.
Selain layanan tindakan medis, klinik ini juga diduga menjual paket kosmetik pemutih badan dan wajah.
Namun, kosmetik yang ditawarkan tersebut menimbulkan kecurigaan. Secara kasat mata, kemasan produk tidak mencantumkan kode barcode Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun nomor izin edar resmi. Kondisi ini memunculkan dugaan kuat bahwa produk yang dipasarkan belum terdaftar secara legal dan berpotensi membahayakan konsumen.
Informasi yang dihimpun dari masyarakat setempat menyebutkan bahwa klinik kecantikan tersebut telah lama beroperasi. Klinik ini juga dikabarkan dimiliki oleh seorang dokter berinisial ID, yang disebut-sebut merupakan istri dari anggota Kepolisian Sektor Godong. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak yang bersangkutan terkait dugaan tersebut.
Jika benar produk kosmetik dan layanan yang diberikan tidak memiliki izin edar serta tidak memenuhi standar kesehatan, maka praktik tersebut dinilai sangat merugikan masyarakat. Selain berisiko terhadap kesehatan konsumen, hal ini juga berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Secara hukum, dugaan tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 62 dan Pasal 63 UUPK disebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar kewajiban, termasuk memperdagangkan produk yang tidak memenuhi standar atau tidak memiliki izin edar, dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.
Selain itu, Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga mengatur larangan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa izin edar dari BPOM. Pelanggaran terhadap pasal ini diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda hingga Rp1,5 miliar.
Atas mencuatnya dugaan ini, masyarakat mendesak aparat penegak hukum serta instansi terkait, seperti Dinas Kesehatan dan BPOM, untuk segera turun tangan melakukan pemeriksaan dan penindakan. Langkah tegas dinilai penting guna melindungi keselamatan konsumen sekaligus menegakkan supremasi hukum di bidang pelayanan kesehatan dan kecantikan.
Rep : Latif










