MIM, JAWA TENGAH, 28 OKTOBER 2025
Purwodadi, — Mediaindonesiamaju.com Proses peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Purwodadi kembali menjadi sorotan publik. Seorang debitur berinisial AS, warga Kecamatan Grobogan, mengaku dikejutkan oleh surat sita eksekusi yang diterbitkan PN Purwodadi. Surat tersebut diduga mengandung kesalahan ketik berulang kali pada bagian nama pihak penggugat yang merupakan salah satu perusahaan leasing di Kota Semarang.

Kasus ini bermula dari kredit kendaraan roda empat yang diambil AS pada tahun 2022. Menurut keterangan, pembayaran angsuran berjalan lancar hingga mencapai cicilan ke-33. Namun, sejak awal tahun 2025, AS mulai mengalami keterlambatan pembayaran karena kendala ekonomi. Meski demikian, ia tetap menunjukkan itikad baik dengan berkomunikasi dan berusaha melunasi angsuran.
“Sejak bulan April sampai Agustus 2025 memang belum bisa membayar angsuran, tapi saya selalu merespons pihak leasing yang menagih,” ujar AS.
Namun, pada September 2025, AS terkejut menerima surat pemberitahuan proses sita dari PN Purwodadi. Lebih mengejutkan lagi, pada Oktober ini ia kembali menerima surat serupa yang berisi kesalahan penulisan nama penggugat.
Merasa dirugikan, AS segera berkonsultasi dengan Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) DPC Grobogan. Lembaga tersebut langsung merespons dan memberikan bantuan hukum. Tim kuasa hukum yang terdiri dari Faizal Nur Arifin, S.H., M.H., dan Musafak, S.H., kemudian mendatangi PN Purwodadi untuk meminta salinan putusan sita eksekusi yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada Rabu, 29 Oktober 2025.
Namun, upaya mereka tidak berjalan mulus. “Kami datang langsung ke PN Purwodadi untuk meminta salinan penetapan eksekusi, tetapi ditolak. Petugas mengatakan kami harus mengajukan surat permohonan kepada Ketua Pengadilan yang kebetulan saat itu tidak ada di tempat,” ungkap Faizal Nur.
Lebih lanjut, tim hukum LPK-RI menyoroti banyaknya kejanggalan dalam proses ini, termasuk tidak adanya surat peringatan (SP) 1, 2, dan 3 yang seharusnya dikirim oleh pihak leasing kepada debitur sebelum proses sita dilakukan.
Selain itu, mereka juga mempertanyakan dasar hukum klaim wanprestasi dan penggunaan sertifikat fidusia sebagai landasan eksekusi tanpa melalui proses mediasi terlebih dahulu.
“Klien kami sudah beritikad baik, bahkan berencana mengajukan restrukturisasi, tapi pihak leasing selalu menolak dan menghindar tanpa solusi,” tambah Faizal Nur.
Kasus ini kini menarik perhatian publik, terutama terkait akurasi administrasi peradilan dan penerapan prosedur hukum dalam eksekusi fidusia. LPK-RI DPC Grobogan menyatakan akan terus mengawal proses hukum ini sampai ada kejelasan dan keadilan bagi debitur.
Rep : Tim
      









