MIM,Jawa Tengah 23 Mei 2025
Demak, Mediaindonesiamaju.com– Tradisi budaya tahunan Grebeg Besar Demak kini menuai sorotan tajam, menyusul pergeseran paradigma dari ajang religius dan budaya menjadi lahan bisnis yang diperebutkan oleh banyak event organizer (EO). Perebutan hak penyelenggaraan acara ini bahkan memunculkan kontroversi dan dugaan ketidakwajaran dalam proses pemilihan pihak ketiga sebagai penyelenggara.
Diana Ria Enterprise, EO milik H Munthohar dari Bulusari, Sayung, yang selama bertahun-tahun memegang hak penyelenggaraan, merasa diperlakukan tidak adil dalam proses seleksi tahun 2025. Alih-alih menggugat secara administratif, pihak Diana Ria justru menggelar even serupa secara mandiri pada waktu dan lokasi yang berdekatan dengan even utama Grebeg Besar.
Even tandingan ini digelar di lahan milik Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Demak yang terletak di belakang ruko Tembiring, Jogoloyo, melalui sistem sewa dengan nilai kontrak Rp30 juta untuk satu bulan. Hal ini dikonfirmasi oleh Daniel, bagian Humas dan Protokol Kantor Kemenag Demak, saat audiensi dengan civil society Demak pada Selasa (20/5).
Daniel menyatakan, kantor Kemenag sebagai pengelola aset BKM menganggap tawaran sewa tersebut sebagai peluang pengembangan aset serta sarana pemberdayaan UMKM. Namun ia mengakui, pihaknya tidak mengetahui secara pasti jadwal pelaksanaan Grebeg Besar saat kontrak disepakati.
Pernyataan itu langsung menuai kritik. M. Rohmat, pegiat sosial dari Karangrejo, menilai pengakuan tersebut sebagai kejanggalan besar. Menurutnya, mustahil para pengurus BKM dan pejabat Kemenag tidak mengetahui jadwal Grebeg Besar yang telah menjadi tradisi religius dan budaya masyarakat Demak.
Rohmat menduga kuat adanya konspirasi lokal yang melibatkan sejumlah pihak demi mengacaukan penyelenggaraan tradisi tersebut dan memicu persaingan bisnis tidak sehat. Ia juga menyoroti ketimpangan kontribusi finansial antara even resmi dan even tandingan.
“Yang resmi bayar hampir 390 juta untuk kontribusi PAD, sementara yang satu cukup bayar 30 juta kepada BKM. Produk yang dijual sama, lokasi berdampingan, waktu bersamaan. Ini tidak adil dan bisa berdampak buruk pada penyelenggaraan ke depan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPP Aliansi Tajam, R. Sefrin Ibnu Widiatmoko SH, MH, dari SIWA Law Office Semarang, menilai lemahnya koordinasi antara Kemenag Demak dan Pemda sebagai penyebab munculnya persoalan. Ia menegaskan pentingnya evaluasi terhadap kinerja lembaga tersebut dan akan segera bersurat ke Kementerian Agama guna meminta klarifikasi.
“Ketidaktahuan terhadap kearifan lokal seperti ini bisa menjadi preseden buruk. Perlu ada tindakan tegas agar tidak terjadi kebijakan yang kontra produktif di masa depan,” tutup Sefrin.
Rep_Sulton