MIM, JAWA TENGAH, 9 JULI 2025
DEMAK – Mediaindonesiamaju.com Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Tahun 2024 mengungkap adanya kejanggalan serius dalam proses pengadaan obat pada Dinas Kesehatan Daerah (Dinkesda) Kabupaten Demak. Dalam temuan tersebut, disebutkan bahwa pengadaan obat belum sepenuhnya mempertimbangkan masa kedaluwarsa sesuai dengan spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak.
Berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan oleh auditor, diketahui bahwa terdapat pengadaan obat dengan masa kedaluwarsa kurang dari 24 bulan sejak diterima. Bahkan, sebagian obat yang dibeli menggunakan dana miliaran rupiah dari APBD Kabupaten Demak itu diketahui telah kedaluwarsa pada Mei 2025.
Temuan ini menimbulkan kekhawatiran serius karena peredaran dan penggunaan obat kedaluwarsa bukan hanya bentuk kelalaian administratif, melainkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Obat yang telah melewati masa edar berisiko tidak efektif dalam mengobati penyakit, bahkan dapat menyebabkan dampak negatif seperti efek samping berbahaya, resistensi antibiotik, hingga keracunan akibat perubahan zat aktif menjadi senyawa toksik.
Secara hukum, peredaran obat kedaluwarsa melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Kesehatan, serta membuka peluang bagi penegakan hukum pidana maupun perdata terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Indikasi Korupsi: Obat Murah, Selisih Harga Besar
Ketua DPP LSM Aliansi Tajam, Sefrin Ibnu Widiatmoko, SH, MH, menilai temuan BPK ini mengindikasikan adanya potensi korupsi dalam proses pengadaan obat. Ditemui wartawan di kantornya di kawasan Gayamsari, Semarang, pada 8 Juli 2025, Sefrin menyatakan bahwa obat dengan masa edar lebih pendek umumnya dijual dengan harga lebih murah, sehingga ada kemungkinan selisih harga tersebut disalahgunakan.
“Sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik, kami akan meminta dokumen lengkap pengadaan obat tahun 2024, termasuk laporan pertanggungjawaban dan bukti pembelian. Selanjutnya, kami akan mendesak aparat penegak hukum untuk menyelidiki ada tidaknya unsur tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sefrin menyebut pihaknya juga telah menginstruksikan jaringan LSM Aliansi Tajam di berbagai wilayah untuk melakukan investigasi guna mengungkap tuntas persoalan ini. “Kita akan telusuri dari hulu sampai muaranya,” tegasnya.
Kemarahan Warga dan Pegiat Sosial
Kondisi ini turut memantik kemarahan di kalangan masyarakat dan pegiat sosial di Demak. Heri, aktivis sosial asal Desa Batu, Kecamatan Karangtengah, menyatakan kegeramannya atas buruknya kinerja pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan dasar di bidang kesehatan.
“Ini memalukan dan sangat menyinggung martabat rakyat Demak. Mereka bayar pajak, tapi hak-haknya dalam pelayanan dasar tidak dipenuhi. Obat kedaluwarsa diberikan ke rakyat, itu sama saja mencelakakan masyarakat,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPRD Demak.
Heri menegaskan bahwa dirinya dan sejumlah pegiat sosial akan mengajukan permohonan audiensi dengan pimpinan DPRD. “Kami akan minta dewan memanggil pihak eksekutif, agar transparan. Kami juga ingin tahu apakah pembelian obat dengan masa edar pendek ini sudah jadi budaya Dinkesda,” tandasnya.
Catatan Redaksi:
Temuan ini menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kabupaten Demak agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengadaan barang dan jasa, khususnya di sektor kesehatan yang menyangkut langsung keselamatan jiwa masyarakat.
Rep : Latif