MIM, 08 Agustus 2025
Nasional ,Mediaindonesiamaju.com– Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD sejatinya merupakan instrumen penting untuk menyerap dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Dasar hukumnya telah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang tata cara perencanaan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan daerah.
Meski memiliki landasan hukum yang kuat, implementasi Pokir di lapangan kerap menuai sorotan. Tak jarang, mekanisme ini disalahgunakan demi kepentingan pribadi, kelompok, atau politik tertentu, sehingga berpotensi menjadi celah terjadinya korupsi.
Beberapa bentuk penyimpangan yang kerap ditemukan di antaranya:
- Intervensi Langsung pada Proyek – Anggota DPRD terlibat dalam menentukan pelaksana atau kontraktor proyek, yang seharusnya menjadi ranah eksekutif dan melalui lelang terbuka.
- Pokir sebagai Alat Transaksional – Digunakan sebagai komoditas politik dengan imbalan “uang lelah” atau “fee” dari kontraktor, atau diarahkan hanya untuk kelompok tertentu demi keuntungan politik.
- Pelanggaran Batasan Kewenangan – DPRD mengatur detail teknis kegiatan, padahal Pokir semestinya hanya berisi usulan program berskala makro.
- Tidak Selaras dengan Prioritas Daerah – Usulan Pokir yang bertentangan dengan RPJMD atau RKPD membuat arah pembangunan menjadi tidak efektif.
- Pokir “Siluman” – Kegiatan yang tiba-tiba muncul tanpa melalui Musrenbang atau proses perencanaan resmi, tetapi tetap masuk APBD.
- Memaksakan Pokir Masuk APBD – Anggota dewan menekan pemerintah daerah untuk mengakomodasi usulan mereka, bahkan dengan ancaman penolakan APBD.
Dampak dari penyalahgunaan Pokir tidak main-main. Mulai dari menurunnya kualitas perencanaan anggaran, meningkatnya risiko korupsi, ketimpangan pembangunan, hingga tumbuhnya budaya politik transaksional yang menggerus integritas lembaga legislatif.
Lembaga seperti PPATK dan KPK telah memberi perhatian khusus terhadap potensi korupsi dalam pengelolaan Pokir DPRD. Penguatan pengawasan, transparansi, dan akuntabilitas menjadi langkah mendesak agar Pokir benar-benar kembali ke fungsi awalnya: menjadi jembatan aspirasi rakyat, bukan sekadar alat memperkaya diri atau kelompok tertentu.
Rep_Fiqih