MIM, JAWA TENGAH, 16 DESEMBER 2025
Grobogan — Mediaindonesiamaju.com Seorang warga Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, bernama Bayu, menyatakan siap menempuh jalur hukum atas dugaan praktik kredit bermasalah yang merugikan dirinya dan mencoreng nama baiknya. Bayu mengaku menjadi korban dugaan praktik “mafia perbankan” dalam proses Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diduga melibatkan oknum pegawai Bank BRI Unit Geyer.
Peristiwa ini bermula pada tahun 2022. Bayu mengaku dibujuk oleh tetangganya, Kris, untuk meminjamkan namanya sebagai debitur KUR dengan dalih modal usaha. Karena merasa iba, Bayu akhirnya menyetujui permintaan tersebut. Proses kredit dilakukan di BRI Unit Geyer, dengan tahapan survei yang menurut Bayu telah diatur dan direkayasa oleh Kris.
Bayu menuturkan, seorang mantri lapangan BRI berinisial S sempat mendatangi rumahnya untuk melakukan pengambilan foto. Namun, ia mengaku tidak mendapat penjelasan rinci maupun wawancara mendalam terkait pengajuan kredit tersebut.
“Iya, mantrinya tiba-tiba datang ke rumah, hanya foto-foto saja, tidak ada penjelasan detail soal pinjaman,” ujar Bayu.
Beberapa waktu kemudian, Kris mengabarkan bahwa pengajuan pinjaman atas nama Bayu telah disetujui. Bayu lalu diajak Kris ke kantor BRI Unit Geyer untuk proses pencairan dengan membawa KTP. Namun, Bayu mengaku merasa janggal karena proses pencairan berlangsung sangat mudah dan terkesan tidak lazim.
Kejanggalan itu bertambah saat pencairan dilakukan. Bayu baru mengetahui bahwa pinjaman KUR sebesar Rp25 juta tersebut menggunakan agunan berupa BPKB kendaraan bermotor jenis mobil yang diserahkan oleh Kris di halaman kantor BRI Unit Geyer. Kris meyakinkan Bayu bahwa seluruh proses telah “diatur” olehnya bersama oknum mantri BRI berinisial S.
Setelah pencairan, Bayu menerima buku tabungan dan kartu ATM atas namanya dengan saldo sekitar Rp25 juta. Namun, seluruh dokumen dan dana tersebut langsung diambil oleh Kris. Bayu menegaskan dirinya tidak menggunakan uang pinjaman tersebut sepeser pun dan tidak menerima imbalan apa pun.
Masalah mulai muncul ketika Bayu dihubungi pihak mantri atau marketing BRI karena pinjaman tersebut menunggak angsuran. Bayu diminta menghubungi Kris dan bahkan kerap didatangi petugas ke rumahnya untuk penagihan. Kondisi itu membuat Bayu merasa tertekan dan malu di hadapan keluarga serta tetangga.
Kejutan berikutnya terjadi pada sekitar tahun 2024. Bayu menerima surat panggilan klarifikasi dari Polres Grobogan. Dari situ ia mengetahui bahwa BPKB yang dijadikan agunan pinjaman KUR diduga telah ditukar menjadi BPKB sepeda motor milik orang lain dan kini tengah berperkara hukum. Akibat kasus tersebut, nama Bayu diduga masuk daftar hitam perbankan (blacklist), sehingga pengajuan pinjaman pribadinya bersama sang istri di bank lain ditolak.
Merasa dirugikan secara materiel dan immateriel, Bayu akhirnya menempuh langkah hukum dengan didampingi kuasa hukum dan Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) DPC Grobogan.
Kuasa hukum Bayu, Faizal Nur Arifin, SH., MH., menjelaskan bahwa pihaknya telah beritikad baik dengan mendatangi BRI Unit Geyer untuk meminta klarifikasi serta salinan perjanjian kredit. Namun, permintaan tersebut tidak mendapat respons. Somasi yang dikirimkan pun disebut tidak ditanggapi.
“Kami sudah mendatangi kantor BRI Unit Geyer, meminta salinan perjanjian kredit dan dokumen lain, serta mengirimkan somasi, namun tidak ada respons. Karena itu, kami akan mengumpulkan bukti-bukti dan menyiapkan gugatan ke Pengadilan Negeri Purwodadi,” tegas Faizal.
Ia menambahkan, kliennya diduga menjadi korban praktik sistematis yang dilakukan oleh Kris dengan bantuan oknum internal bank melalui proses kredit yang menyimpang dari prosedur. Menurutnya, kasus ini tidak sekadar kelalaian, melainkan telah mengarah pada dugaan kejahatan perbankan.
“Ini adalah pinjaman KUR, di mana sesuai aturan, pihak bank tidak diperbolehkan menahan atau menguasai agunan. Jika BPKB yang dijadikan jaminan terbukti berasal dari tindak pidana, maka berpotensi menimbulkan masalah hukum serius, termasuk dugaan penadahan sebagaimana Pasal 480 KUHP,” ujarnya dalam konferensi pers di depan Kantor BRI Unit Geyer.
Bayu berharap pimpinan BRI dapat bertindak tegas dan transparan serta memulihkan nama baiknya dalam sistem perbankan.
“Saya sangat dirugikan. Nama saya menjadi jelek dan tidak bisa mengajukan pinjaman. Saya berharap BRI bertanggung jawab dan mengembalikan hak-hak saya,” kata Bayu dengan mata berkaca-kaca.
Kasus ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi manajemen BRI pusat, BRI KCP Purwodadi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta aparat penegak hukum, agar praktik serupa tidak kembali terjadi dan tidak merugikan masyarakat di kemudian hari.
Rep : Fiqih H










