MIM, JAWA TENGAH, 31 DESEMBER 2025
KUDUS, – Mediaindonesiamaju.com Video penampilan tarian dengan busana minim yang ditampilkan di Pendopo Kabupaten Kudus dalam acara KONI Award 2025 mendadak viral di media sosial dan memantik polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, pendopo yang selama ini dikenal sebagai ruang publik bernilai historis dan kultural justru digunakan untuk pertunjukan yang dinilai tidak sesuai dengan norma kesopanan setempat.
Dalam video yang beredar luas, tampak sejumlah penari perempuan menampilkan tarian dengan gerakan dan kostum yang dinilai vulgar. Acara tersebut diketahui turut dihadiri sejumlah pejabat daerah, termasuk Wakil Bupati Kudus, sehingga menimbulkan pertanyaan publik terkait mekanisme pengawasan dan kelayakan konsep acara.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi D DPRD Kudus, Mardianto, menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut. Ia mengaku terkejut setelah mengetahui video tersebut telah menyebar luas di masyarakat.
“Sudah viral tadi malam, saya juga kaget. Ternyata ada acara KONI di pendopo itu. Padahal pendopo itu kan tempatnya nyuwun sewu, punya nilai sakral,” ujar Mardianto kepada wartawan di Kudus.
Menurutnya, Pendopo Kabupaten Kudus seharusnya dijaga marwah dan fungsinya sebagai ruang representasi budaya, pemerintahan, dan kegiatan yang bersifat resmi serta menjunjung nilai kesopanan.
“Mohon maaf, pendopo itu tempatnya sakral, tidak untuk acara seperti itu. Kalau mau hiburan, kan masih banyak tempat lain yang lebih pantas dan sopan,” tegasnya.
Meski demikian, Mardianto menegaskan bahwa kritik tersebut tidak dimaksudkan untuk menyudutkan pihak tertentu, melainkan sebagai pengingat agar ke depan penyelenggara acara lebih selektif dan sensitif terhadap nilai sosial serta kearifan lokal masyarakat Kudus yang dikenal sebagai kota santri.
Di sisi lain, hingga berita ini diturunkan, pihak penyelenggara KONI Award 2025 maupun Pemerintah Kabupaten Kudus belum memberikan keterangan resmi terkait pemilihan konsep hiburan maupun proses kurasi acara. Publik pun masih menunggu klarifikasi terbuka guna menghindari spekulasi dan kesimpangsiuran informasi.
Sejumlah tokoh masyarakat menilai polemik ini harus dijadikan momentum evaluasi bersama, khususnya dalam penggunaan fasilitas publik milik pemerintah agar tetap selaras dengan norma budaya, etika, dan nilai religius masyarakat setempat.
–ima w










