MIM, JAWA TENGAH 2 JUNI 2025
Demak – Mediaindonesiamaju.com Sejumlah pegiat sosial di Kabupaten Demak menyampaikan keprihatinan atas kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Demak yang mengalokasikan dana sebesar Rp 6,9 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan gedung Kejaksaan Negeri Demak, sebuah instansi vertikal yang sejatinya memiliki jalur anggaran sendiri dari pemerintah pusat.
Dana tersebut tercatat dalam pos belanja barang untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat, namun rincian kegiatan menunjukkan bahwa anggaran dialokasikan untuk pembangunan gedung kantor Kejaksaan Negeri.
Widiatmoko, seorang pegiat sosial dari Desa Sriwulan, Kecamatan Sayung, menyayangkan keputusan tersebut. Ia menganggap kebijakan ini tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat yang tengah berjuang menghadapi bencana abrasi dan rob yang semakin parah.
“Anggaran sebesar itu seharusnya bisa digunakan untuk membeli pompa air berkapasitas besar guna mengurangi genangan air yang sering merendam permukiman warga,” kata Widi usai mengikuti rapat paripurna DPRD Demak pada 26 Mei lalu.
Menurutnya, beberapa RT di Sriwulan sudah berinisiatif secara swadaya membeli pompa air, dan hasilnya cukup membantu mengurangi banjir rob. Ia menilai, meski permasalahan abrasi tidak bisa sepenuhnya ditangani dengan APBD, komitmen dan keberpihakan pemerintah daerah semestinya diwujudkan melalui alokasi anggaran yang tepat sasaran.
“Yen tak umpamakno, disambati anak dhewe muni kuwi urusane pak RT, lha kok ujug-ujug meh mbangunke omahe tanggane, ngunu wi pora lucu?” sindirnya, mengibaratkan sikap Pemkab yang mengabaikan kebutuhan rakyat sendiri demi membangun kantor lembaga lain.
Kritik serupa juga disampaikan Ketua Forum Masyarakat Independen Jawa Tengah (FORMASI Jateng), Bram Bimantoro, S.E. Saat ditemui di kediamannya di Pedurungan, Semarang (1/6), ia menegaskan bahwa dalam pengelolaan anggaran publik harus ada prinsip *money follows function*, yakni setiap anggaran digunakan untuk menjalankan fungsi sesuai kewenangan dan sumber anggarannya.
“Instansi vertikal seperti kejaksaan dibiayai oleh APBN. Pemda bisa memberi hibah hanya jika benar-benar ada urgensi tinggi dan mendukung fungsi daerah,” jelasnya.
Bram mempertanyakan urgensi pembangunan gedung baru bagi Kejaksaan Negeri Demak. Menurutnya, gedung yang ada saat ini masih layak dan bahkan berlantai dua. Ia pun menyangsikan efektivitas penggunaan dana sebesar itu di lahan kantor kejaksaan yang sempit.
“Kebijakan ini rentan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat. Selain berpotensi melanggar prinsip penganggaran daerah, hal ini juga bisa mengganggu independensi lembaga hukum,” tegasnya.
Ia mendesak Pemkab Demak agar transparan dan menjelaskan dasar hukum pemberian hibah kepada lembaga vertikal tersebut, serta membuka urgensi proyek kepada publik.
“Jika proyek ini tetap dipaksakan, bukan hanya berisiko menyalahi regulasi keuangan daerah, tapi juga berpotensi menuai protes dari masyarakat,” ujarnya.
Bram menambahkan, di tengah keterbatasan anggaran, Pemkab sebaiknya memprioritaskan program yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat, seperti penanggulangan abrasi, perbaikan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Sementara itu, Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Demak, Akhmat Sugiarto, belum memberikan tanggapan. Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Senin (2/6), Sekretaris Daerah Demak tersebut memilih bungkam.
Rep ; Latif